Minggu, 17 Desember 2017

Autobiografi

          Nama saya Irna Rianty Rahayu, sejujurnya saya tidak tahu persis apa arti di balik nama tersebut. Meskipun saya bukan berasal dari suku Jawa, tetapi menurut bahasa Jawa Rahayu memiliki arti selamat atau tenteram. Saya anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir di Jakarta 27 Agustus 1996. Ayah saya berasal dari suku Sunda, sedangkan ibu saya berasa dari suku Betawi, dan saya memiliki dua saudara perempuan. Kakak saya saat ini sedang bekerja di salah satu perusahaan milik negara, sedangkan adik saya saat ini masih duduk di kelas satu SMA.
Sejak saya lahir hingga saat ini saya tinggal di daerah Pancoran Barat Jakarta Selatan, ya sebelah Barat dari ikon Patung Dirgantara yang sangat terkenal itu. Saya memiliki hobi mendengarkan musik, menonton film, dan membaca novel. Saya memiliki minat yang besar dalam hal pendidikan, saya memiliki memiliki beberapa kelebihan, yaitu saya mampu mengajarkan atau menjelaskan suatu hal kepada adik, saudara, dan orang-orang di sekitar saya dengan bahasa dan pemahaman yang mereka dapat pahami, saya mudah bergaul dengan orang-orang baru, dan saya suka mencoba hal-hal yang baru.
          Saya mulai masuk sekolah sekitar umur lima tahun. Meskipun pada saat itu saya sudah mampu membaca dengan lancar dan berhitung perkalian, orang tua saya menempatkan saya di TK Al-Falah yang kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Saya melanjutkan ke jenjang selanjutnya, yaitu sebuah sekolah Madrasah Ibtidaiyah yang sama seperti TK saya sebelumnya. Saya tidak mengalami kesulitan selama sekolah, mulai dari kelas satu hingga kelas enam. Saya selalu menempati urutan lima besar di kelas, saat kelas satu dan dua saya mendapatkan ranking dua, bahkan saat kelas tiga saya berhasil mendapatkan ranking satu!
          Tapi keadaan berubah saat saya menghadapi UASBN. Saat itu angkatan saya adalah angkatan pertama yang mengalami uji coba UASBN, entah karena saya masih tidak mengerti dengan sistem ujian yang ada atau karena saya tidak percaya diri, saya mendapatkan hasil ujian yang sangat amat mengecewakan. Saya hanya mampu mendapatkan nilai 17,45 dari skala 30,00. Pupus sudah harapan saya ingin melanjutkan ke SMP Negeri favorit di Jakarta Selatan, dengan nilai ujian seperti itu, saya berkali-kali ditolak oleh SMP Negeri yang saya pilih. Akhirnya saya menerima takdir bahwa saya harus melanjutkan pendidikan saya di SMP Swasta.
Pada saat duduk di kelas satu SMP, saya belajar dengan sungguh-sungguh dan Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan ranking satu lagi di kelas. Karena orang tua saya mengganggap saya mampu untuk bersaing di SMP Negeri, akhirnya orang tua saya memutuskan untuk memindahkan saya ke SMP Negeri. Saya sudah mencoba mendaftar ke beberapa SMP Negeri yang ada di daerah rumah saya, tetapi saya ditolak mentah-mentah dengan alasan bahwa saya adalah siswa pindahan dari sekolah swasta yang kualitasnya hanya dipandang sebelah mata. Jujur pada saat itu saya merasa sangat kecewa, kenapa pihak sekolah tersebut menolak saya dengan alasan yang sangat tidak masuk akal, tanpa memberikan saya kesempatan untuk membuktikan. Selanjutnya pilihan terakhir untuk mendaftar adalah SMP Negeri 154 Jakarta. Pada saat itu ternyata ada beberapa anak lain yang ingin pindah ke sekolah tersebut. Akhirnya saya mengikuti ujian sebagai seleksi masuk sekolah tersebut, meskipun saya sudah putus asa karena telah ditolak berkali-kali oleh sekolah lain, namun orang tua saya meyakinkan bahwa saya mampu melewati ujian tersebut. Kira-kira dari lima orang yang mengikuti ujian, saya menjadi satu-satunya siswa yang lolos ke tahap wawancara. Setelah wawancara selesai, kepala sekolah menyatakan bahwa saya resmi diterima di SMP Negeri 154. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena telah memberikan kesempatan kepada saya pada saat itu. Saya berjanji untuk belajar lebih serius dari sebelumnya, hingga akhirnya dengan status siswa pindahan dari SMP Swasta, saya berhasil mendapatkan ranking satu lagi di kelas yang baru.
Selanjutnya saya melanjutkan pendidikan saya di SMA Negeri 60. Saya tidak mengalami kesulitan atau hambatan yang berarti dan saya bisa mendapatkan ranking sepuluh besar di kelas. Meskipun begitu, saya memutuskan untuk memilih jurusan IPS, karena saya tidak berminat belajar ilmu-ilmu pasti seperti fisika, kimia, dan sebagainya. Semua berjalan dengan lancar hingga saat pengumuman SNMPTN diumumkan. Saya mendapatkan kesempatan medaftar PTN melalui jalur nilai, saya memilih Universitas Indonesia pada saat itu. Tetapi saya gagal lolos pada seleksi tersebut, dan ini berarti saya harus berjuang lagi di seleksi selanjutnya. Saya mendaftar di berbagai seleksi pendaftaran mulai dari SBMPTN, Simak UI, D3 UNPAD, hingga UNJ. Berbagai macam jurusan saya pilih dari Ilmu ekonomi, hukum, hingga pendidikan sosiologi, tetapi tidak ada satu pun yang menerima saya. Jujur perasaan saya saat itu sangat down, saya merasa sangat mengecewakan orang tua saya, dan jujur saya hampir depresi. Karena pada saat itu saya masih bersikeras ingin kuliah di PTN, saya rela menunggu satu tahun demi mengikuti seleksi masuk PTN tahun depan. Selagi menunggu pembukaan pendaftaran, saya belajar bahasa Inggris di Kampung Inggris yang terletak di Kediri Jawa Timur. Saya stay di sana sekitar dua bulan dan saya benar-benar belajar bahasa Inggris mulai dari dasar. Setelah kembali ke Jakarta, saya belajar materi-materi untuk ujian, saya mengerjakan soal-soal dari pagi hingga malam, bahkan saya mengikuti  les online. Tetapi jika Allah SWT tidak menghendaki, kita bisa apa?
Saya sudah tertinggal satu tahun dari teman-teman angkatan saya, dan tahun 2015 kemarin merupakan tahun kedua saya mencoba masuk PTN. Berbagai macam seleksi saya ikuti lagi, mulai dari SBMPTN, UM UGM, UNSOED, UNJ, dan lagi-lagi saya ditolak. Sudah sembilan total keseluruhan seleksi masuk PTN yang saya ikuti, dan tidak ada satu pun yang memberikan saya kesempatan. Akhirnya, saya menerima takdir saya untuk tidak melanjutkan pendidikan di PTN. Saya mendaftar di Universitas Gunadarma, dan saya memilih jurusan Psikologi. Jujur, pada saat itu saya merasa malu dan minder dengan teman-teman saya yang lain, karena saya sudah membuang waktu selama satu tahun, dan ujung-ujungnya berakhir di Perguruan Tinggi Swasta.

Saya mencoba untuk berhenti menyalahkan keadaan dan tentunya diri saya sendiri. Saya yakin bahwa setiap permasalahan akan ada hikmah di baliknya, saya mengharapkan sesuatu yang baik, sedangkan Allah SWT telah memberikan yang terbaik untuk saya. Saya menjalani semester satu dan dua perkuliahan dengan penuh semangat, saya ingin membuktikan meskipun saya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta, saya juga bisa membuat orang tua saya bangga dan menjadi yang terbaik. Alhamdulillah, saat ini saya sudah berada di tingkat 3, saya mampu menjalani dunia perkuliahan saya dengan baik, saya mampu medapatkan nilai yang baik, dan saya mampu masuk ke dalam kelas yang berisi orang-orang terbaik.