Nama
saya Irna Rianty Rahayu, sejujurnya saya tidak tahu persis apa arti di balik
nama tersebut. Meskipun saya bukan berasal dari suku Jawa, tetapi menurut
bahasa Jawa Rahayu memiliki arti selamat atau tenteram. Saya anak kedua dari
tiga bersaudara yang lahir di Jakarta 27 Agustus 1996. Ayah saya berasal dari
suku Sunda, sedangkan ibu saya berasa dari suku Betawi, dan saya memiliki dua saudara
perempuan. Kakak saya saat ini sedang bekerja di salah satu perusahaan milik
negara, sedangkan adik saya saat ini masih duduk di kelas satu SMA.
Sejak saya lahir hingga saat
ini saya tinggal di daerah Pancoran Barat Jakarta Selatan, ya sebelah Barat
dari ikon Patung Dirgantara yang sangat terkenal itu. Saya memiliki hobi
mendengarkan musik, menonton film, dan membaca novel. Saya memiliki minat yang
besar dalam hal pendidikan, saya memiliki memiliki beberapa kelebihan, yaitu
saya mampu mengajarkan atau menjelaskan suatu hal kepada adik, saudara, dan
orang-orang di sekitar saya dengan bahasa dan pemahaman yang mereka dapat
pahami, saya mudah bergaul dengan orang-orang baru, dan saya suka mencoba
hal-hal yang baru.
Saya
mulai masuk sekolah sekitar umur lima tahun. Meskipun pada saat itu saya sudah
mampu membaca dengan lancar dan berhitung perkalian, orang tua saya menempatkan
saya di TK Al-Falah yang kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Saya
melanjutkan ke jenjang selanjutnya, yaitu sebuah sekolah Madrasah Ibtidaiyah
yang sama seperti TK saya sebelumnya. Saya tidak mengalami kesulitan selama
sekolah, mulai dari kelas satu hingga kelas enam. Saya selalu menempati urutan
lima besar di kelas, saat kelas satu dan dua saya mendapatkan ranking dua, bahkan saat kelas tiga saya
berhasil mendapatkan ranking satu!
Tapi
keadaan berubah saat saya menghadapi UASBN. Saat itu angkatan saya adalah
angkatan pertama yang mengalami uji coba UASBN, entah karena saya masih tidak
mengerti dengan sistem ujian yang ada atau karena saya tidak percaya diri, saya
mendapatkan hasil ujian yang sangat amat mengecewakan. Saya hanya mampu
mendapatkan nilai 17,45 dari skala 30,00. Pupus sudah harapan saya ingin
melanjutkan ke SMP Negeri favorit di Jakarta Selatan, dengan nilai ujian
seperti itu, saya berkali-kali ditolak oleh SMP Negeri yang saya pilih. Akhirnya
saya menerima takdir bahwa saya harus melanjutkan pendidikan saya di SMP
Swasta.
Pada saat duduk di kelas
satu SMP, saya belajar dengan sungguh-sungguh dan Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan ranking satu lagi di kelas. Karena orang tua saya mengganggap saya
mampu untuk bersaing di SMP Negeri, akhirnya orang tua saya memutuskan untuk
memindahkan saya ke SMP Negeri. Saya sudah mencoba mendaftar ke beberapa SMP
Negeri yang ada di daerah rumah saya, tetapi saya ditolak mentah-mentah dengan
alasan bahwa saya adalah siswa pindahan dari sekolah swasta yang kualitasnya
hanya dipandang sebelah mata. Jujur pada saat itu saya merasa sangat kecewa,
kenapa pihak sekolah tersebut menolak saya dengan alasan yang sangat tidak
masuk akal, tanpa memberikan saya kesempatan untuk membuktikan. Selanjutnya pilihan
terakhir untuk mendaftar adalah SMP Negeri 154 Jakarta. Pada saat itu ternyata
ada beberapa anak lain yang ingin pindah ke sekolah tersebut. Akhirnya saya mengikuti
ujian sebagai seleksi masuk sekolah tersebut, meskipun saya sudah putus asa
karena telah ditolak berkali-kali oleh sekolah lain, namun orang tua saya meyakinkan
bahwa saya mampu melewati ujian tersebut. Kira-kira dari lima orang yang
mengikuti ujian, saya menjadi satu-satunya siswa yang lolos ke tahap wawancara.
Setelah wawancara selesai, kepala sekolah menyatakan bahwa saya resmi diterima
di SMP Negeri 154. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena telah
memberikan kesempatan kepada saya pada saat itu. Saya berjanji untuk belajar
lebih serius dari sebelumnya, hingga akhirnya dengan status siswa pindahan dari
SMP Swasta, saya berhasil mendapatkan ranking
satu lagi di kelas yang baru.
Selanjutnya saya melanjutkan
pendidikan saya di SMA Negeri 60. Saya tidak mengalami kesulitan atau hambatan
yang berarti dan saya bisa mendapatkan ranking sepuluh besar di kelas. Meskipun
begitu, saya memutuskan untuk memilih jurusan IPS, karena saya tidak berminat
belajar ilmu-ilmu pasti seperti fisika, kimia, dan sebagainya. Semua berjalan
dengan lancar hingga saat pengumuman SNMPTN diumumkan. Saya mendapatkan
kesempatan medaftar PTN melalui jalur nilai, saya memilih Universitas Indonesia
pada saat itu. Tetapi saya gagal lolos pada seleksi tersebut, dan ini berarti
saya harus berjuang lagi di seleksi selanjutnya. Saya mendaftar di berbagai
seleksi pendaftaran mulai dari SBMPTN, Simak UI, D3 UNPAD, hingga UNJ. Berbagai
macam jurusan saya pilih dari Ilmu ekonomi, hukum, hingga pendidikan sosiologi,
tetapi tidak ada satu pun yang menerima saya. Jujur perasaan saya saat itu
sangat down, saya merasa sangat
mengecewakan orang tua saya, dan jujur saya hampir depresi. Karena pada saat itu
saya masih bersikeras ingin kuliah di PTN, saya rela menunggu satu tahun demi
mengikuti seleksi masuk PTN tahun depan. Selagi menunggu pembukaan pendaftaran,
saya belajar bahasa Inggris di Kampung Inggris yang terletak di Kediri Jawa
Timur. Saya stay di sana sekitar dua
bulan dan saya benar-benar belajar bahasa Inggris mulai dari dasar. Setelah kembali
ke Jakarta, saya belajar materi-materi untuk ujian, saya mengerjakan soal-soal
dari pagi hingga malam, bahkan saya mengikuti
les online. Tetapi jika Allah
SWT tidak menghendaki, kita bisa apa?
Saya sudah tertinggal satu
tahun dari teman-teman angkatan saya, dan tahun 2015 kemarin merupakan tahun
kedua saya mencoba masuk PTN. Berbagai macam seleksi saya ikuti lagi, mulai
dari SBMPTN, UM UGM, UNSOED, UNJ, dan lagi-lagi saya ditolak. Sudah sembilan total
keseluruhan seleksi masuk PTN yang saya ikuti, dan tidak ada satu pun yang
memberikan saya kesempatan. Akhirnya, saya menerima takdir saya untuk tidak melanjutkan
pendidikan di PTN. Saya mendaftar di Universitas Gunadarma, dan saya memilih
jurusan Psikologi. Jujur, pada saat itu saya merasa malu dan minder dengan teman-teman
saya yang lain, karena saya sudah membuang waktu selama satu tahun, dan
ujung-ujungnya berakhir di Perguruan Tinggi Swasta.
Saya mencoba untuk berhenti
menyalahkan keadaan dan tentunya diri saya sendiri. Saya yakin bahwa setiap
permasalahan akan ada hikmah di baliknya, saya mengharapkan sesuatu yang baik,
sedangkan Allah SWT telah memberikan yang terbaik untuk saya. Saya menjalani
semester satu dan dua perkuliahan dengan penuh semangat, saya ingin membuktikan
meskipun saya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta, saya juga bisa membuat orang
tua saya bangga dan menjadi yang terbaik. Alhamdulillah,
saat ini saya sudah berada di tingkat 3, saya mampu menjalani dunia perkuliahan
saya dengan baik, saya mampu medapatkan nilai yang baik, dan saya mampu masuk
ke dalam kelas yang berisi orang-orang terbaik.