Senin, 18 Juli 2016

5 Tradisi Berburu yang Masih Dipraktikkan Suku-suku di Indonesia

Salah satu cara yang ditempuh manusia purba untuk mendapatkan makanan adalah dengan berburu. Di masa lalu, para pendahulu manusia modern ini melakukan perburuan besar-besaran untuk mendapatkan daging yang akhirnya dimakan mentah atau dibakar. Sayangnya, tradisi berburu ini lambat laun mulai ditinggalkan karena manusia sudah mulai bisa beternak dan melakukan perladangan.
Meski jarang sekali dilakukan, beberapa suku yang ada di Indonesia masih ada yang melakukan kebiasaan berburu ini. Semua orang berbondong-bondong ke hutan untuk menangkap babi hutan yang sering merusak kebun dan sawah. Perburuan yang awalnya hanya digunakan untuk penyelamatan lahan akhirnya berubah menjadi tradisi yang menjadi identitas suku tersebut. Berikut ulasan selengkapnya tentang tradisi berburu di Indonesia yang jenisnya sangat banyak itu.

1. Berburu Babi di Minang, Sumatra Barat


Orang Minang di Sumatra Barat memiliki tradisi berburu yang konon sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Perburuan ini dilakukan untuk mengusir atau pun menangkap babi hutan yang kerap merusak ladang hingga panen yang besar tidak bisa terjadi. Akhirnya, banyak orang Minang memilih memburu babi itu untuk dijual, dibunuh, diadu atau pun dibiarkan untuk makanan anjing.
Perburuan biasanya dilaksanakan dengan membawa ajak atau sejenis anjing hutan yang sangat gesit. Anjing-anjing ini akan bertugas sebagai penggiring atau pun melukai babi agar bisa ditangkap dengan mudah. Sebelum melakukan perburuan, biasanya para penduduk akan mengumpulkan uang secara swadaya sebelum melakukan perburuan. Uang ini akan digunakan untuk merawat anjing terluka atau mengganti rugi sawah yang rusak karena diinjak-injak.


2. Berburu Babi di Sentani, Papua



Perburuan babi hutan juga dilakukan di Sentani khususnya yang berasal dari Suku Ayapo. Dalam hari-hati tertentu, semua warga laki-laki akan bergotong-royong masuk ke hutan untuk melakukan perburuan yang bernama Elha. Perburuan ini dilakukan untuk mempererat rasa persatuan serta menjadi simbol kejantanan dan keberanian kaum pria dari suku tersebut.
Sebelum melakukan perburuan, biasanya orang-orang di Suku Ayapo akan melakukan musyawarah. Hal ini dilakukan untuk menentukan arah perburuan dan juga membagi penduduk menjadi 2 kelompok. Biasanya kelompok pertama adalah mereka yang bekerja sebagai penggiring lalu selanjutnya bekerja sebagai pengesekusi. Saat babi hutan berhasil didapatkan, hewan itu akan segera disembelih lalu dimakan bersama-sama.


3. Berburu Paus di Lamalera, NTT


Berbeda dengan babi utan yang merupakan hama, paus merupakan hewan yang dilindungi. Itulah mengapa tradisi berburu paus di Desa Lamalera kerap menuai banyak sekali protes. Meski mendapatkan banyak sekali protes, warga Lamalera tetap menjalankan tradisi yang telah ada sejak abad ke-16. Bahkan banyak penduduk percaya bahwa nenek moyang mereka dibawa oleh ikan paus biru.
Setiap tahun di bulan Mei-Agustus, segerombolan pria dari desa ini akan melaksanakan tradisi unik ini. Mereka akan pergi ke lautan dengan membawa perahu bernama peledang. Pria yang tergolong terkuat di desa akan bertindak sebagai lama fa atau penombak paus. Saat perburuan paus berlangsung dengan baik, daging hewan ini akan dibagi merata ke seluruh penjuru desa. Selain itu sisanya akan dijual untuk membantu perekonomian desa.


4. Berburu Babi dan Rusa di Flores, NTT


Nusa Tenggara Timur tak hanya dikenal dengan tradisi berburu pausnya. Di beberapa daerah seperti Manggarai, Flores juga dikenal dengan tradisi berburu di hutan. Ada tiga jenis perburuan yang dilakukan di sana, pertama adalah ndalak yang merupakan perburuan di malam hari. Lalu ada napat yaitu perburuan di siang hari. Selanjutnya ada wonok yang merupakan perburuan besar-besaran.

Setelah berburu, biasanya hewan yang didapatkan akan dibagi merata kepada semua yang ikut. Pemilik anjing penggiring yang berhasil menombak akan mendapatkan separuh hasil buruan. Selanjutnya daging akan dibagi merata dan disantap bersama-sama. Tradisi berburu di Flores ini lambat laut menurun setelah banyak anjing terkena rabies dan generasi muda enggan bersusah payah datang ke hutan. Jika Anda masih ingin melihat perburuan ini datanglah ke Desa Wae Rebo.


5. Berburu Babi di Bengkulu Tengah, Bengkulu


Masyarakat di Bengkulu juga mengenal perburuan babi hutan yang diadakan beberapa kali dalam setahun. Biasanya cara perburuan babi hutan dilakukan secara massal hingga ada 700-an anjing untuk memburu. Selanjutnya pemilik anjing akan mengikuti anjing yang mencari babi untuk dikepung lalu dilumpuhkan sebelum akhirnya dibawa oleh mobil pickup.

Perburuan ini biasanya di bagi menjadi beberapa kelompok yang menyebar ke seluruh penjuru hutan. Sementara anjing terus membaui babi hutan, pemilik akan menyisir bagian tepi hutan untuk mencari kemungkinan ada babi bersembunyi. Saat satu babi ketemu, puluhan anjing akan mengepung atau bahkan mengeroyoknya. Dalam beberapa kejadian sering ada anjing yang meninggal akibat serangan babi hutan.

Inilah lima tradisi berburu yang masih dipraktikkan oleh suku-suku di Indonesia. Tradisi ini adalah simbol gotong-royong yang dilakukan oleh para penduduk dalam menghadapi suatu masalah. Meski sebenarnya tradisi ini sangat berisiko tinggi, semua penduduk tetap melakukannya dengan sangat gembira.


Source:
http://terselubung.in/5-tradisi-berburu-yang-masih-dipraktikkan-suku-suku-di-indonesia/3/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar